Tuesday, August 31, 2010

A Letter To Snob

Dear snob,
saya datang sebagai pembawa pesan dari seorang wanita.
Wanita itu tidak peduli jika kamu adalah penggemar jokes Sarah Silverman. Ia ingin meminta maaf (walaupun terpaksa dengan cara yang angkuh) jika ia sering menutup telinga ketika kamu menjejalinya dengan pengetahuan film-film bergenre noir dan french new wave. Dapatkah kamu melihat wanita itu meringis dengan terpaksa ketika kamu menunjukkan koleksi piringan hitam atau komik-komikmu yang rare? Wanita itu juga bertanya padaku, perlukah kamu mengumbar pemikiran pintarmu yang terlalu radikal?



Saya datang sebagai pembawa pesan.
Karena saat ini, wanita itu sedang enggan bertemu denganmu. Aku bertanya, kenapa harus enggan? Dia mengaku, dia sedang mengira-ngira, apa maksudmu? Apakah ingin menjadi guru pergerakan cutting edge? Ataukah ada maksud lain di balik itu? Karena jujur, ia tidak pernah silau dengan wawasanmu. Dia telah mencintai pria lain. Sekaligus mengagumi (Ya, mencintai dan mengagumi itu berbeda) pria tersebut.
Seseorang yang bersahaja, yang tidak pernah menjual isi otaknya, walaupun jika ditimbang, beratnya tidak kalah dengan otak kepunyaanmu.

Friday, August 27, 2010

Sejarah Yang Mendominasi.

Entah mimpi atau bukan, suatu ketika saya ingat momen dimana saya dilahirkan. Didominasi warna hijau, saat itu saya menjadi penonton sebuah kejadian paling penting dalam kehidupan saya sendiri. Dengan tangis yang memecah ruangan, kedua kaki mungil yang dipegang oleh pak dokter, lalu ayah saya yang berada di samping saya, saya disana. Hanya itu kejadian yang terekam, walaupun setitik ingatan itu merupakan sesuatu yang menurut saya luar biasa, karena tidak semua orang dapat mengingatnya.

Peristiwa kelahiran seseorang hanyalah contoh secuil bagian sejarah si empunya kenangan. Dengan sederhana orang-orang lebih menyebutnya masa lalu. Seorang penulis pernah berkata, setiap orang dari kita didominasi oleh suatu sejarah, dan untuk beberapa orang masih merasa bahwa sejarah seakan terlalu mengontrol siapa mereka hari ini, dan mempengaruhi pembentukan identitas mereka saat ini. Sejarah menurut mereka, telah menjadi juara bertahan sebuah originalitas. Dari pemikiran hingga tindakan.

Tidak ada yang menyuruh kita untuk melupakan sejarah, bahkan Tuhan pun tidak pernah menyuruh kita untuk lupa akan masa lalu kita, toh semua orang tidak dilahirkan amnesia. Tapi kecenderungan orang untuk menjadi ketergantungan terhadap sejarah lah yang terkadang membuat orang-orang tersebut sulit untuk maju. Ketakutan karma, kepercayaan terhadap mitos (dimana mitos sendiri sebenarnya bisa jadi masa lalu yang tidak memiliki rentang waktu), carut yang terus kita raba, yang akhirnya membuat seseorang kembali mengulangi kesalahan yang sama dan seakan berlari dalam sebuah lintasan yang berbentuk lingkaran. kembali lagi dan lagi.

Those, who cannot forget the past are condemned to repeat it.

We want to live, to be here, now. Sebuah hasrat yang melampau masa lalu, melawan waktu. Tidak ada yang namanya "Sejarah Baru", karena sejarah adalah sesuatu yang terbentuk dari masa lalu, bagian mana barunya?

Sejarah adalah sejarah. Sejarah dapat merekam momen-momen yang berharga. Dan tidak perlu mengagung-agungkan sebuah sejarah hingga kita selalu mencuri originalitasnya. Selalu tanamkan ini dalam hati: Present, i feel and exist, forever. Againts the the clocks, moving forward.

Tuesday, August 17, 2010

Local Genius


Perayaan kemerdekaan kemarin sempat membuat saya sedikit membahas tentang sebuah kemampuan yang konon dimiliki oleh Indonesia dalam hal kebudayaan. Kemampuan jenius bangsa yang bersifat lokal. Yes, it's Local Genius. Sebuah kemampuan lokal menantang sesuatu yang global.

Untuk yang masih belum ngeh apa itu local genius, local genius mengacu pada kemampuan kita sebagai bangsa yang berbudaya, untuk bisa menyerap budaya asing tanpa merusak budaya kita sendiri. Seperti yang sudah-sudah dilakukan oleh bangsa kita dalam proses akulturasi agama Hindu, Budha, Islam, atau contoh paling kecil sekalipun seperti adaptasi kita dalam hal resep masakan asing yang dikombinasikan dengan bumbu-bumbu nusantara. Kita mungkin tidak akan pernah menemukan McRice (burger nasi yang pernah diproduksi McDonalds) di Paris atau Amerika, dan kita juga tidak akan heran lagi jika seorang pembantu rumah tangga yang sifat kedaerahannya sangat kental tapi bisa memasak pasta dengan lihai.

Satu hal yang patut menjadi pertanyaan adalah, bagaimana dengan komunitas kreatif kita? Ini dia yang menjadi pertimbangan saya dalam hal pemaknaan local genius. Bisakah kita mengagumi budaya british emo namun diadaptasi dengan kultur kita? Bisakah seseorang menjadi skateboarder ternama dengan gaya hidup yang menjunjung tinggi budaya lokal? Bisakah kita memadukan ketertarikan kita terhadap komunitas sepeda ontel plus kostum tradisionalnya dengan komunitas fixed-gear dengan gaya kekiniannya?

Kalau saja kita bisa memperluas ruang lingkup pemaknaan local genius bangsa kita, mungkin budaya-budaya asing yang paling umum sekalipun bisa diserap dan diaplikasikan kedalam seluruh aspek mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Budaya nasionalisme Jepang memang patut ditiru positifnya, tapi jika kita bisa mengakulturasi budaya nasionalisme mereka dengan versi kita dengan kejeniusan lokalnya, mungkin pada akhirnya kemampuan kita tidak hanya berguna bagi kita, tapi juga menjadi panutan bagi masyarakat internasional :)

Sunday, August 15, 2010

HOMOGENIC - and a very little part of their innermost thought



Photo by: Frian Indrasmara

You and Homogenic. Imagine that it’s sunday afternoon, and you’re on a beach house with them, having a nice and long conversation. From silly questions to philosophical answers. Sometimes giggle. Sometimes laughing pretty hard. Sometimes silence. And just thinking for while. It will be a nice holiday, after all. One thing that people should know: Homogenic for Dina, Dea, Manda and other members of this family, it is a daily dose because they’re living on it.
So here’s the convo:


------------------Let’s back to basic for a while. How did you joined Homogenic?


Dina
How did i join? i create this all...=)

Dea
On the process of producing the debut album "Epic Simphony" (2004) Dina asked me to join Homogenic as a fellow producer. From similiarities until my realization that their material song was more than amazing, i decided to fully contributing my passion to be a part of homogenic as an officially line up.

Manda
It happened in one click. At first dina contacted me and told me that homogenic was looking for a new vocalist. By the progress, as soon as i finished the trial for singing their songs, we have a chat and sharing about the vision for the future mission of homogenic. And from that moment, magic happens.

------------------------------How meaningful Homogenic is for you?

Dina
Homogenic is my lifetime affair. I cannot easily says no for this Homogenic thingy. Whatever it takes, it always become my priority. I'm rarely open nor share my thoughts to public but i become naked whenever you listen to my song and read my lyric.

Dea
It’s more than just a 'band' for me. something that make me who I am these days. Most of the people inside and around homogenic has been friends since the debut album and such things like line up change is rarely happened in Homogenic. It’s the beauty of professional relationship combined with loyalty friendship.

Manda
it’s feel like i finnally found a perfect harbor for my 'desire ship'. Homogenic is my new home, my new family, my new life and I'm so ready to live my life's journey together with them, in good or bad.

------------------- Homogenic is clearly a piece of art, what are some of the more affecting pieces or artwork or film or design or theater you’ve seen (personally) in the past few years that might’ve given Homogenic some of its shading?

DINA
I believe that art is personal, when it comes to "well designed" eventually it'll crossing your sense without any cogitation and appreciation. But i do plead there are some piece of arts that inspired me a lot in this creation process, as well as movies (dancer in the dark, science of sleep, virgin suicides, lost in translation, dogville,etc), book/novel (Kill the radio, the alchemist, etc)...well at the end the most noble art is human story itself.


DEA
i admire movies or graphic novels which gave me a deep impressions. I tried to translate those into the band's composition to create similiar ambients with the impressions that I get from the scenes. Movies by Michaels Gondry,Stanley Kubrick, and Michael Moore whilst sometimes enjoyed some crude humor from Judd Apatow's comedies. For the Graphic Novels, other than the Evangelion Saga, I really admire most of the works by Naoki Urasawa, specifically his ingenious collaboration with Osamu Tezuka to re-create one of the greatest story arc of Astro Boy into a suspense-thriller.


MANDA
While our song has deep meanings and and variety interpretations, for me, on the other way, Homogenic somehow remind me of a piece of work which has simple messages that everyone can accept. From “Serendipity” the movie, The Bird and The Bee, even ancient Indonesian Dictionary until the art of two way monologues between two lovers.


---------------------Homogenic had done a lot of collaborations at this point, and they’ve always been fairly eyebrow-raising (in a good way). have you ever consider doing more cross-medium collaborations (like you did with 12 authors in the 3rd album)


DEA
Sure! Most of the time, a work of art can be more conclusive if we enjoy it in a complete form. I believe that a collaboration with other artist can multiply the impact of the contents that we want our listeners to get, to understand our music as a whole work of art. In addition, it's better to work together than alone.

DINA
We believe in collaboration, and we will do it again for sure. But we still need time on focusing the subject of collaboration. Eventually, the collaboration itself will be worthless without any positive outcomes for two sides of collaborator. Before thinking about the new one, we consider to maximize the project we've made with this 12 astonishing writers.

MANDA
I believe that collaboration would always be one of the reason to make the band becoming greater and exist in society. I hope, not just writers, but we can make another breakthrough collaboration in the future.

----------------------------- Is the music as fun to make as it is to listen to?


DINA
Sure, indeed. At least i won't make song that i don't like to. The ambiance that come with the song listened, represent the state of the creation process at that time. Creating a song is not merely lyric writing and music arranging, but putting the soul on it.


DEA
It's not exactly the same actually. Sometimes you get that shiver when enjoying a very good music that impress you so much and makes you want to immediately share it to everybody you know. On the other hand, when you make a good music and truly enjoying it, you get the exact same feeling, plus an absolute happiness when you find that other people enjoy your work as much as you do.

MANDA
It’s a matter of responsibility, after all. You get the enjoyness from just listening your favorite music until it gets you some inspirations, but when you create it, you also have the responsibility from every other single details, such copyright, creative invention, the messages behind the songs.

-------------------------What is "Hope and Change" from your point of view?

DINA
It's what we try to convey in this third album. It's a message for our listener. It's as simple as short text message but as important as state address. It's a humble sentence that aiming the emergence of one's better life with positive attitude.

DEA
Never afraid to hoping for something, and never be reluctant to accept the changes. We don't want it to be somekind of a big 'national campaign' or anthemic. We just want to keep it low, aimed for each of ourselves first, about how we can do things better, do things which we hope can give a good impact for people near us. That's how good things are working, starting right from a personal level, at the very basic.

MANDA
Hope and change is a learning progress in life, where us, as human, willing to understand and dealing the doubts, gaining the good faith, and elevate us more to a new better way.

--------------------------- what kind of strong personality that you and other member of Homogenic have that makes the band becoming something colorful?


DINA

A chemistry bond among us. Three of us have different characteristic, and the hardest part of it is to conceive each person. Above it all, homogenic is not really a band. We talk personally, we're caring each other, we rely on each other, we spend most of our day together without always talking about music. We are a family. That might be the reason why our music become so colorful, because we colored our day concurrently.

DEA

Homogenic is not only me, dina, and manda. There are many people that involved, the label, the management, the tech-guys, the band-players, and the other artists that been collaborating with us since a long time. Each of us have a very different characteristics, different approaches to make things done, and it quite a challenge for us to make sure that everyone involved in the band are 'syncing'. We're always facing new challenges as band, as a collective of people with huge passion for music. Based on that, I'm quite sure that at this time, our bonds are keep stronger and making us more and more solid than ever before.

MANDA

Homogenic for me is a perfect package. We have different lifes, different thoughts, different interests, but what makes us united is the fact that we have the same vision, with our imperfectness and good value.

And in the end of this conversation, one of them said, “See you on the next story, my friend”. Till we meet again, shall we?

******************************************

Friday, August 13, 2010

Day #30 : Kast

Bahkan saya
berkali-kali ketik.backspace.ketik.backspace.ketik.delete.

Bahkan saya
berkali-kali sudahi.eh balik lagi.balik lagi.sudahi.balik lagi.sudahi.

Bahkan saya
berkali-kali selalu.senyum.menangis.senyum.menangis.seperti manic depressive.

Bahkan saya
berkali-kali membaca.menutup.membaca.menutup.mengucek mata.

Bahkan saya
berkali-kali jatuh.tertawa.jatuh.tertawa.jatuh.tertawa.jatuh setelah tertawa.

Bahkan saya
berkali-kali meladeni pertanyaan-pertanyaanmu.

---------------------Bagaimana kita dipertemukan?
Tentu saja saya tidak pernah tahu kalau kamu tidak membuang puntung rokok yang tergeletak di asbak. Saya tahu itu bekas siapa. Kemudian kamu ganti kopi yang saya teguk dengan teh manis hangat.
Ketika kamu harus pamit pulang, giliran saya yang duluan hilang. Kamu beri saya janji. Keparat yang satu ini perlu bukti.

---------------------Apakah perlu kecocokan?
Kamu hobi merangkak, sementara saya menyulam. Coba sambung-sambungkan.

---------------------Kalau saya sentuh sedikit, apa kamu akan marah?
Selesai kamu cari tahu bagaimana cara menjamu dengan baik, saya cari tahu cara pamit. Lalu boleh pegang saya. Genggam. Peluk. Jangan hanya sentuh.

---------------------Kamu tahu ini apa?
kamu?


Yang saya tahu.

Ini adalah episode terakhir dari misi #30harimenulis. Semua ide, pemikiran tentang posting terakhir bubar. Hasilnya seperti ini, saya meracau. Jadi, apakah misi ini berhasil? Mungkin tidak. Mungkin ya. Saya hanya butuh orang peduli. Bahwa ini wabah. Saya hanya butuh kamu, kamu, kamu, dia, mereka, tolong lanjutkan misi ini.




Boleh diingat. Saya (tidak) berhenti sampai disini.



(Bandung, Jumat 13 Agustus 2010. Dalam sebuah fiktif yang bersembunyi.
Maradilla Syachridar.)

Thursday, August 12, 2010

day #29 The lessons

Lesson no.1

if you get into something similar to what i got myself into, swallow your pride.
bitter pride! but hey, if you have to make things happen!!! argh!!

Lesson no. 2
Ever found yourself holding back because you’re too proud?

(I realized that pride would get me nowhere. You’ll never get anywhere if you don’t start somewhere. So as mentioned in lesson no.1, swallow your pride. But what I failed to mention was that the absence of pride makes me feel so bare. Like I’m holding on to it for that just-in-case moment that I realize I just don’t want to give it up— just yet.)

Lesson no.3
Don’t follow me… QUIT while you’re ahead.
Maybe he isn’t the one after all.


Lesson no.4

So, forget the rules!!!!!!!


Someone just told me recently that every decision I make will affect every aspect of my life. From the ridiculously minute details to the nagging must-dos, nothing is spared. I know, you might think it’s common knowledge. I thought so too, but it’s not. That little compliment you just gave may have made someone’s day or that modest smile you just flashed may have made someone’s heart skip a beat. Maybe even that nod of the head may have made that person feel someone does care. Those kinds of things. The ones we take for granted. The decision to be here is mine. This state. This place. This time.

Wednesday, August 11, 2010

day #28 Kebetulan



Serendipity

"kesanggupan atau keberhasilan untuk menemukan sesuatu dengan tanpa sengaja pada saat mencari sesuatu yang lain". Contohnya adalah penemuan planet Uranus oleh William Herschel. Herschel ketika itu sedang mencari komet, lalu ia menemukan Uranus yang awalnya ia identifikasi sebagai komet sebelum akhirnya ia menyadari bahwa benda itu adalah planet.

Serendipity is a propensity for making fortuitous discoveries while looking for something unrelated.

(from wikipedia)



Saya adalah orang yang percaya akan serendipity, dimana kebetulan yang menyenangkan ini tidak hanya datang untuk cinta belaka. pekerjaan, bisnis, bahkan hal-hal sederhana yang mengitari kita di kehidupan sehari-hari. Sebuah kata, yang semakin populer ketika tahun 2002 Miramax Film memproduksi sebuah film yang juga berjudul "Serendipity" (tentu saja serendipity disini mengacu pada cinta) yang akhirnya membuat orang-orang "ngeh" akan makna kata yang satu ini. Semua berakar dari suatu hal yang kebetulan. Tapi, benarkah sebuah keberhasilan seseorang banyak dipengaruhi oleh faktor kebetulan?

Peter Mcwilliams pernah berkata, In reality, serendipity accounts for one percent of the blessings we receive in life, work and love. The other 99 percent is due to our efforts. jadi intinya memang usahalah yang mewujudkan keberhasilan kita. Klise sih, tapi memang tanpa adanya usaha, keberhasilan itu tidak akan tercapai. Tapi saya juga lantas tidak sepenuhnya mengiyakan. Saya percaya faktor kebetulan. Kebetulan ada karena memang ada suratan takdir yang menentukan.

Akhir-akhir ini, saya sering sekali mengalami kebetulan yang menyenangkan ketika saya merencanakan sesuatu diluar kebetulan itu sendiri. Setali tiga uang. Dari mulai dari pekerjaan atau bahkan (mau tidak mau mengakui) percintaan. Walaupun tidak seperti jalan cerita film "Serendipity" yang endingnya mudah ditebak, namun keyakinan bahwa akhir-akhir ini segala sesuatunya berjalan dengan baik (walaupun sedikit slebor) akhirnya disimpulkan, segala sesuatu itu berhasil kalau didasari oleh keyakinan.

(Sesederhana kebetulan nyari bahan siaran eh dapet website keren. Kebetulan mau rilis buku eh jadi punya temen diskusi baru. Kebetulan mau nyari lagu ini eh nemu lagu itu. Kebetulan mau makan disitu eh ketemu temen yang udah lama ga ketemu. See? serendipity ada di sekitar kita.)

Tuesday, August 10, 2010

Day #27 Fact or Fiction

I think it’s a common saying that life is stranger than fiction. But I remember my Lit prof saying that same line (he said it in the best way) and me thinking how so ironically true it was. Because I guess life’s the stuff fiction is made of. And perhaps, life gets so weird that you’d rather think of it as a fabrication of imagination to be able to cope or even to better understand.

And maybe what I’m about to write is purely fictional. But it doesn’t really matter.
This is not a short story, too short. Maybe this is a glimpse of short story. So yeah take it as a fiction.


................Surprise, surprise! He called again. This time asking me to meet at the corner. He got a Take-away. He asked if I wanted to walk. Having cancelled all my lovely plans for the night, I figured that I might as well make the most of my frumpy outfit.

So off I went to meet him with a little grudge as my Take-away. I entered the Take-away place with a slight scowl. He greeted me by commenting on my big blue bag.

“It seems you go everywhere with that,” he said with some amusement.

I simply raised my chin in defense. We stepped out in the chilly night wind. I needed to pee. Really badly. And I told him so. We walked around 1.5 km. to the Supermarket.

Walking to our destination he explained himself. Why step away but still confronting me, why he chose to stay in that area for a while, I wanted to believe him. But in the back of my head, he partied the whole 2 weeks. I didn’t argue because it wouldn’t do any of us any good. Then I remembered what he told me days back:

“ If a guy tries to clear things up with someone, even if it means lying, than he must care for that person. I don’t think he’d bother to explain himself if he didn’t give a damn.”

Remembering that, I simply kept quiet. He sometimes did see things in unconventional ways........................




Drenched and laughing, I realized that this night was a cliché come to life. And under the lamp’s bright white light, on a fact or fictional night, I hugged him good night.
If ever he does exist or not,
I want to thank him.

Monday, August 9, 2010

Day #26 Sadko In The Underwater Kingdom

Sadko bukanlah plesetan dari Sadako. Hantu Jepang itu.
Sadko adalah Sadko, sebuah opera Rusia yang terkenal, berdasarkan mitos-mitos (Slavic Mythology) yang berkembang disana, yang bercerita tentang sebuah kebahagiaan. Sadko adalah seorang musisi dan traveller yang menjelajahi lautan, kerajaan bawah laut, demi mendapatkan kebahagiaan untuk diberikan kepada orang-orang kota. Diciptakan pada tahun 1953, kemudian dirilis oleh Amerika Serikat dengan script-writer Francis Ford Coppola, dan seorang pelukis realis, Ilyas Repin.




Mungkin berlebihan jika kita harus mencari kebahagiaan hingga ke dasar laut. Yang ada binatang laut dan kegelapan. Atau memang benar adanya bahwa dibawah sana ada sebuah kerajaan. Saya pernah membaca sebuah kalimat di twitter teman saya yang berkata:

#augustwish Happiness.

+1.

Artinya, bahkan sejak manusia berevolusi, mereka diciptakan untuk mencari dan hidup berdampingan dengan sebuah esensi kehidupan: kebahagiaan. Dan lucunya, kadar serta definisinya pun berbeda-beda di setiap orang. Mungkin bahagia versi dia adalah mendapatkan tiket gratis untuk menonton konser Radiohead, atau bahagia versi dia yang lainnya berupa mendapatkan Vera Wang dress limited edition, atau kebahagiaan dengan versi yang sederhana berupa makan enak hari ini.

Sadko memang bukanlah Sadako.
Misinya pun beda, lebih mulia. Bukan untuk menakut-nakuti, melainkan mendapatkan kebahagiaan untuk diberikan kepada orang-orang.

Sunday, August 8, 2010

Day #25: Everything Is Temporary

Temporary things.

To come up with an entry with such title, I had to wait for the right moment which included thoughts or experiences that made the title meaningful and coherent. Well it’s a fact, everything is so temporary. Fast and fleeting, from the breaths we take to Time itself. The moments we futilely try to hold on to, the people we try so hard to keep, thoughts that keep racing through our heads, emotions that are just so volatile.

Maybe, I’m in the best position now to talk about impermanence. The kind of impermanence that involves the uncertainty of what I’ll be doing hours from now, days from nows, months, and even years from now. Everything is just hanging so precariously. Like in Limbo.

I wrote in a prayer for class, "Teach me to let go of both what I have and don’t need that open palms receive Your blessings"…there is bound to be something or someone who’ll make you see the moments that are spectacular and alive and not as something transitory and vanishing. Instances that’ll teach us that letting go is not a sign of helplessness or inability but a mark of courage and our capacity to hope and have faith.

"Change is choice" . I couldn’t help but nod and grin upon reading that line. To an extent, we still have the capacity to choose what we change unwilling to let the uncertainty of the Future get to us.

Maybe tomorrow…

I’ll bag the best job ever

Maybe tomorrow…

I’ll discover a hidden talent of mine

Maybe tomorrow…

I’ll found the love

…because I choose to see what the maybe-tomorrows may bring over the bland impossibility of despair.

I choose to act lest hope becomes half-hearted possibility.

Saturday, August 7, 2010

day #24 Stat. N. 0 % yes.

Kamar ini terlalu berantakan. Waktunya kita membereskan semua yang berjatuhan di lantai. Harapan, cita-cita, rasa takut, kenangan manis, rasa pahit dan sakit hati. Kamu bilang, bulan November kamar ini perlu diperbaharui. Pilihannya adalah, tetap menjadi milik kita, atau dijual saja.

Saya melihat kamar ini dengan pandangan nanar. Pada awalnya ada perasaan yang campur aduk yang membuat saya berpikir, kamar ini terlalu sayang untuk dijual. Catnya yang mengelupas menunjukkan umurnya yang tidak muda, jam terbangnya menunjukkan sebuah bentuk perjuangan. Lantas, saya mengusap temboknya. Rasa sentimentil dan rasa sayang sudah terlanjur bercampur dengan bercak noda-noda dan debu yang menempel. Paku-paku yang berisikan menjadi penyangga kalender momen sudah berkarat, dan dindingnya yang sudah retak menunjukan kegigihannya untuk menjadi saksi sepak terjang kehidupan yang berlangsung di kamar ini.

Kamar ini adalah sebuah hubungan. Antara kamu. Dan saya. Bulan November adalah sebuah titik balik yang menjadi sebuah jawaban atas rasa penasaran kita.

Yuk. Let's get together forever in 11.11.11, you offered me.

Diatas sebuah tangis yang menyela di sebuah perjalanan, jawaban atas tawaran itu akhirnya muncul ke permukaan: sayang, saya tidak bisa. Presentase jawaban ya itu berakhir di angka nol. 0% yes. It's a no.

From 40%. 20%. 65%. 29%. 35%. 10%. 9%.
End up with:
Stat. N. 0% yes
Status. for November. 0% yes means no.

Dan tangis ini kembali menyela sesekali, mengingat hal-hal yang berceceran di ruangan ini adalah sesuatu yang menyenangkan, tapi maaf, I don't belong to this place. Someone else does. Kamar ini tidak perlu dijual, saya pikir kamu sudah cukup dewasa untuk memperbaharui, bahkan seisi rumahnya pun kamu mampu. Kamu mampu. Semua orang setuju, dan pendapat saya cuma satu, butuh partner yang lebih pas untuk kamu ajak bersama-sama tinggal di dalamnya.

I loved you. A past sentence.

Mari bereskan untuk yang terakhir kali.




if everything has been written down, so why worry?
we said it's you and I with a little left of sanity
if life is ever changing so why worry
still you and i with silly smile and wave goodbye?
------ Grow A Day Older, Dewi Lestari

Friday, August 6, 2010

day #23 Lady Gaga and Illuminati.

Ketika saya bilang kalau Lady Gaga adalah boneka dari sebuah proyek yang dinamakan "Project Monarch", dia tidak percaya. Saya pun sebenarnya antara percaya dan tidak, karena saya sering sekali menemukan sebuah konsep promo seorang musisi yang dibuat sedemikian rupa. Rasa penasaran itu semakin lama semakin membesar setelah membaca artikel yang kali ini akan saya rangkum disini:

“Project Monarch”. Sebuah teknik pengontrolan pikiran yang mengekspos subjek pada suatu trauma secara keras sehingga pikiran mereka menghasilkan suatu disosiasi. Otak korban menjadiThe victim’s brain becomes terkotak-kotak dan muncul kepribadian baru yang kemudian dicetak dan diedukasi oleh si manipulator. Disini muncul suatu representasi simbolik yang melambangkan transformasi atau metamorfosis dari serangga cantik ini: dari ulat ke kepompong (dormansi, inaktivitas), ke kupu-kupu (kreasi baru) yang akan kembali ke titik asal. Juga termasuk pola migrasi yang membuat spesies ini menjadi unik.



Mari melihat apa yang direpresentasikan oleh Lady Gaga mulai dari yang paling sederhana, namanya.

Namanya
Gaga adalah kata yang langsung merujuk pada kekosongan pikiran. Berikut adalah beberapa sinonim :

Originally Posted by Thesaurus

1. Given to lighthearted silliness: empty-headed, featherbrained, flighty, frivolous, frothy, giddy, harebrained, lighthearted, scatterbrained, silly. Slang birdbrained, dizzy.
2. Afflicted with or exhibiting irrationality and mental unsoundness: brainsick, crazy, daft, demented, disordered, distraught, dotty, insane, lunatic, mad, maniac, maniacal, mentally ill, moonstruck, off, touched, unbalanced, unsound, wrong.

“Gaga” mungkin adalah kata yang paling mudah untuk diucapkan dalam bahasa inggris, seperti apa yang sering dilontarkan oleh bayi ketika pertama kali meniru ucapan. jadi namanya secara sederhana berkata : I’m a lady and I’m empty-headed. Kekosongan kepala ini dapat diisi oleh segala hal yang kau mau. Tiru saya para remaja. Kondisi jiwa seperti ini tejadi setelah proses mind control yang sukses.


Logo Lady Gaga

Logonya sangat mengungkapkan dan tepat. Badan seorang wanita tanpa kepala dengan sambaran petir sepanjang tubuhnya dan keluar dari genital. Sekali lagi, fokus kepada kurangnya kesadaran pikiran dari si penyanyi. Bagian badan terlihat seperti mannequins tanpa kepala aneh yang biasa dijumpai di toko pakaian. Sambaran petir mengimplikasikan tubuh tanpa pikirannya telah di “charged” oleh suata kekuatan yang memberikan hidup.

Simbolisme All-Seeing Eye

Kita hanya perlu melihat beberapa foto atau video dari Lady Gaga untuk menyadari bahwa secara konstan ia menyembunyikan satu matanya. Kebanyakan orang akan menginterpetasikan ini secara sederhana sebagai “sesuatu yang keren untuk dilakukan” atau “pernyataan fashion”. Mereka yang telah mengetahui 101 simbolisme illuminati tahu bahwa All-Seeing Eye kemungkinan adalah simbol yang paling dikenali. Gerakan menyembunyikan satu mata, umumnya mata kiri merupakan perintah okult. Eye of Horus.
(Horus kehilangan mata kirinya oleh saudara jahatnya, Seth, yang dia musuhi untuk membalas dendam pembunuhan Seth terhadap Osiris. Seth berhasil melukai mata tapi kalah dalam pertarungan. Mata disembuhkan kembali oleh sihir, oleh Thoth, the god of writing, the moon and magic. Horus mempersembahkan matanya pada Osiris, yang mengalami kebangkitan di underworld.
-Dictionary of the Occult)

Satu hal yang pasti, Lady Gaga untuk All-Seeing Eye




Gambar paling terakhir adalah paling signifikan. Itu memastikan bahwa fakta mata yang tertutup digunakan dalam konteks simbolisme esoteric. Mata kirinya ada pada tangannya, merujuk pada Hand of Fatima (evil eye). Juga, tak dapat dipungkiri kemiripan dengan good ol’ Baphomet.



Simbol God of Baphomet



Lady Gaga all seeing Eye

All Seeing Eye di belakang dancer Gaga selama Monster Tour.


Lady-gaga-baphomet-reminiscent-horns
Baphomet Reminiscent horns



Diluar kenyataan apakah Lady Gaga terlibat illuminati atau tidak, yang pasti ini juga bisa menjadi strategi promo yang cukup jitu untuk membuat orang penasaran atas artis yang satu ini.

(Baca artikel selengkapnya termasuk kata-kata bercetak miring dari sini)

Thursday, August 5, 2010

day #22 Recorded Con

Convo #1

RB : Ohh...Ketemu dong kita
(me) : Liat nanti deh
RB : Gue tunggu di city of angels n constant danger
(me) : Hahaha oke *dancing emoticon*
RB : Iya dancing lady
(me) : Correct : bouncy
RB : How about bumping lady
(me) : Aduh aku orangnya saklek, bouncy it is *laugh*
RB : Conservative ya elo orangnya?
(me) : I'm a strict free thinker :p
RB : You're free but focused, how bout that
(me) : Free but willy aja gimana?
(me) : Free willy #eh
RB : Good one maradiya *laugh*



Convo #2

E : I love you sister
(Me) : Ini macet ko
(Me) : Pengen ketemuuu
E : Aku juga sebenernya tapi kamu butuh waktu sendiri buat manjain diri kamu
(Me) : I'm a mess eh?
E : Quite a bit ;)
(Me) : Adeknya akhirnya ngalamin fase beginii
E : You work too hard, for everything, to yourself too
E : give a little time to loose end sister
(Me) : Dilla's ego
E : that's ok. only people with ego can climb high
E : cuman kali ini kamu lebih tertutup dari biasanya, gpp ko "telanjang" dengan semua perasaanmu yang kamu anggep paling ga penting sekalipun.




Recorded convo could came from any person, from your close friend to the stranger :)

Wednesday, August 4, 2010

day #21: Möl

Kalau saya menendang kerikil atau melempar kerikil yang ada di hadapan saya ini, saya tau pasti akan mengenai kamu, maka saya urungkan niat ini, walaupun saya ingin menendang sekali-dua kali, seperti yang dilakukan orang-orang dalam sebuah film ketika mereka kesal. saya kesal. tapi saya mengurungkan niat saya untuk berbuat apa-apa, bahkan mengeluhpun hanya sekali itu saja, sisa dari keluhan ini saya tutup rapat dalam sebuah toples yang berisi kumpulan resah.

Kalau saja kamu tahu, kerikil ini tidak saya lempar, tetapi saya genggam, saya remas, hingga berubah menjadi pasir, bahkan orang-orang bilang, pasir ini lebih halus dari pasir yang terhampar di pantai yang jarang terjamah, karena pasir ini terbuat dari perasaan seseorang. pada akhirnya saya tawarkan pasir kualitas tinggi ini kepada para pembuat bangunan, dan mereka tertarik. Kualitasnya tidak terkalahkan.

Saya bilang, saya akan jual murah pasir yang satu ini, dengan syarat, tolong sertakan kaki saya dengan pasir dan tanah dan semen yang mereka gunakan untuk membangun apapun yang ingin mereka bangun. Kening mereka berkerut, tapi hati mereka murahan, jadi mereka iyakan, tanpa ingin tahu tujuannya. Dan kamipun sepakat. Tanpa sedikitpun debat.

Kalaulah ada pertanyaan, saya tahu, semua itu hanya berasal dari kamu yang heran. Dan ketika kamu heran, saya akan jelaskan, kalau tujuannya hanyalah satu: biarlah kaki saya membatu, setidaknya saya tidak akan menendang-nendang, karena saya tahu, apapun yang saya tendang, semua itu akan mengenaimu, dan semua itu adalah akibat dari satu: kekesalan.






(möl : kerikil-red)

Tuesday, August 3, 2010

Day #20 : Daily Words

Words to be faced, thought to be written. I miss the moment of writing (or type) without much thought. I scribble on the perfectly lined paper of my notebook. I work around the borders. Underline underline underline.

From Sunday till monday you face the screen or paper. Sometimes I wish the world would just sloooow down so that I could catch up. And not feel so out of place.

I hate Mondays. There’s always a feeling of foreboding.
Tuesdays are so-so. I remember sunny side ups. Tuesdays feel yellow.
Wednesdays are fine. Mid-week is good. I think of barbecue and red.
Thursdays. The day I go to somewhere.
Fridays. Who doesn’t love Fridays?
Saturdays are never peaceful.
Sunday is tricky.

Week after week after week. Same old. Then, there’s everything else in between, in no particular order. And sometimes you wonder if you’ll ever feel as giddy or amazed or as fulfilled as the first time, when you first "fell" in love or took one hell of a photograph or even talked a geniune talk. Sometimes I begin to doubt, because it’s all the same. Repeat repeat again and again. It’s an obsessive-compulsive state. It’s an obsessive- compulsive world. Yeah.

And the obsessive compulsive world transformed into a daily words.

Monday, August 2, 2010

day #19 : The world welcoming you, Sarasvati :)


photo by: Egi Anggara

Pergantian tahun 2007-2008 menurut saya pergantian tahun yang lumayan menyenangkan. Pada waktu itu secara tidak sengaja, saya (yang pada saat itu belum terlalu dekat) menghabiskan tahun baru bersama Homogenic formasi lama. Dari rencana awal yaitu pergi keluar kota, akhirnya saya dan teman-teman saya menghadiri sebuah private party salah seorang anak dari petinggi kita (RI 1). Disitu, Homogenic mengisi acara. Namun sebelum acara tersebut, sebuah barbeque party pun diadakan dirumah Dada (manager Homogenic), dimana disitulah saya pertama kali saya melihat Risa Saraswati, Deena Dellyana, Grahadea sebagai manusia normal (bukan performer) tanpa make up, tanpa stage wardrobe, dengan candaan Sunda, dan obrolan-obrolan sambil lalu.

Sebelum saya bergabung dengan tim Homogenic, Homogenic sudah menjadi satu grup musik yang saya suka. Yes, I'm a silent admirer. Homogenic versi Risa, bukan kakak saya. Diluar kenyataan tersebut, Homogenic yang sekarang adalah sesuatu yang baru, sama bagusnya, yang memiliki perbedaan mencolok dari konsep barunya. Dengan atau tanpa kakak saya, saya selalu menyukai Homogenic. Tapi terlebih lagi jika yang menyanyi adalah kakak saya (bangga). Hahahah.

Saat itu saya melihat performance Risa, dengan ciri khas angelic voicenya, dengan kekuatannya yang membuat Homogenic seakan adalah satu sosok yang memiliki kharisma. Tapi itu juga terakhir kalinya saya melihat Homogenic dengan formasi Risa.

22 Juli 2010 adalah sebuah momentum perubahan bagi Risa yang akhirnya menjelma menjadi Sarasvati, Pembuktian bahwa ia mampu menanggalkan nama besarnya sebagai "Risa-Homogenic", dan menjadi Risa seutuhnya. Mengukuhkan idealismenya. Dina dan Dea ketika itu berkomentar, "Ini mah Risa banget, bener-bener maunya dia kaya gini ini sih."

Launching Sarasvati menurut saya sukses. Dengan balutan kain TA-nya Atyd (glow in the dark), dengan dukungan para additional players yang notabenenya adalah personil band-band besar, dengan konsep mistisnya yang "dapet banget" (Kemunculan "Peter", sinden wanita yang membawa lilin), visual dari Openlabs, dekorasi yang indah, dan cerita-cerita dibalik lagu-lagu yang dibawakan oleh wanita ini dengan sangat apik. Dulu, di Homogenic, Risa tidak terlalu banyak bicara. Sementara Sarasvati banyak berkisah. Dari saat itu ada dua lagu yang menjadi favorit saya: Bilur dan Perjalanan. Bukan hanya dari musiknya, namun juga cerita dibaliknya yang membuat bulu kuduk saya merinding. Satu prestasi yang membanggakan, ketika sebuah sosok lahir, dan melepaskan embel-embel masa lalu, dan menjadi pribadi yang baru, bahkan menjadi jalan yang terbaik, untuk Risa, juga untuk Dina, Dea, Manda yang hingga saat ini masih menganggapnya bagian dari keluarga besar Homogenic.

(sebagai informasi, kalau dipetik dari multiply Risa, nama project Sarasvati", diambil dari nama belakangnya dan ditulis dalam tulisan sanksekerta. Dimas ario yg memberi gagasan atas nama projectnya ini. idenya muncul saat hari saraswati dirayakan..tepatnya 27 februari. Kalo orang nanya, sejak kapan "sarasvati" muncul??? dia akan menjawab 27 februari 2010)


So you're changing now Risa. And the world welcoming you, Sarasvati :)


photo by: Elora Rini Hapsari

Sunday, August 1, 2010

day #18 who needs radio when you got beautiful mixtapes?



Satu email yang membuat saya terinspirasi, dan kembali pada ingatan atas sebuah buku yang (kebetulan) sudah saya baca.

Bukan untuk menjadi seorang presenter kondang, tapi bermonolog sambil memutarkan lagu favorit itu menyenangkan. Bukan untuk menjadi mc handal, tapi bermain dengan teater pikiran dengan latar belakang musik itu sebuah seni yang membuat saya ketagihan. Satu hal menyenangkan lainnya adalah berkutat dengan flow lagu, playlist ajib, yang tidak hanya bisa ditawarkan oleh radio semata, tapi juga mereka-mereka yang memiliki anugerah ketika mereka menjadi seorang mixtaper (sebutan saya untuk makhluk-makhluk yang bisa membuat mixtape canggih).

Tujuh tahun berhubungan cinta, didasari oleh passion terhadap musik, terciptalah "Love Is A Mixtape" by Rob Sheffield (music writer Rolling Stone) yang menceritakan hubungan percintaannya dengan istrinya, seorang Renée Crist, penulis berbakat sekaligus music-geek, yang akhirnya meninggalkan Rob selama-lamanya. Memori adalah sebuah kata yang sangat kuat, karena komposisinya adalah emosi, perasaan, sesuatu yang personal, dan memori yang didukung oleh referensi musik yang kuat cukup membuat saya berkata, Rob, your relationship is perfect. I'm not saying was. It "Is", because your relationship is too worthy to accompanied by was.

Musik adalah sesuatu hal yang fundamental. saya tidak memiliki referensi yang mencengangkan orang hingga mereka berkomentar "What are you? Some kinda music dictionary?", tapi saya cukup percaya diri untuk berkata bahwa saya sangat menghargai hal yang satu ini, terlebih jika mendapatkan lagu-lagu yang memang susah dicari. "Love Is A Mixtape" adalah sebuah buku yang bisa membuat saya tersenyum geli, berpikir, larut dalam petikan review, dan mengangguk-angguk setelah mendapatkan wawasan tentang musisi-musisi seperti Leonard Cohen, Dusty Springfield, Pavement, The Pooh Sticks, dan The Meat Puppets. Satu kesimpulan yang saya dapatkan, mixtape dapat menjadi media sebuah evolusi cinta. Sebuah mutasi pedekate atau bahkan komunikasi, lebih dari sekedar pertukaran surat.

Menyenangkan rasanya tersenyum mengetuk-ngetukan jari di setir ketika berada dalam sebuah perjalanan dan diiringi lagu yang pas dan sesuai hati. Atau mengeluarkan ekspresi berlebih ketika mendengarkan lagu favorit kita, yang bisa dikategorikan sebagai musik yang sidestream, tapi ternyata eh ternyata, diputar di radio kesayangan kita. God bless all of the talented music directors.

I'm in high.

High whenever i heard great songs, with great lyrics. And good music is like some damn drugs along with its withdrawal effect.