
oh my. he's so funny!!!!
Saya memegang tangannya,tidak menyangka: Bjork dear, Bjork. Dia akan menyanyi di hadapan saya, kamu, dia, dan dia, dan dia, dan semua orang pendukungnya di Indonesia. Lupakan semua bentuk substansi, ini akan menjadi malam yang membuat kita berteriak, dan larut dalam lautan ketidakwajaran euforia. Ia menggenggam saya lebih erat, seakan dia memendam kebahagiaan yang melebihi kesenangan yang saya dapatkan. I know, dear, this is a very great idea.
And there she is. Singing, moaning, beautifully in a different way. Bahu saya diremas ketika terdengar nada-nada itu. Kami berpandangan, “ And I’ll go through all this before you wake me up,..” Ia menyanyi seperti bidadari dari wonderland. Hyperballad, Bjork, promotor, terima kasih, untuk telah ada.
Hyperballad selesai, dia tidak berhenti menyanyi. Tapi…tiba-tiba nadanya tampak asing. Saya lantas tidak menjadi terasing, karena semuanya memang terdiam, sama seperti saya. Menebak-nebak lagu apa yang dia nyanyikan dalam bentuk acapella. Dan ,mendengarlah saya. mengertilah saya.
“Diiiiilllaaaaaa…..would yooouuuuu marrrrryyy meeeeeeeee………”
Is she calling my name? Yes.
Is she ask me to marry her? Rrr……NO.
Surprisingly, My boyfriend does, through her. He’s smiling.
Wajah saya seketika panas. Jantung saya berdetak hebat. Semua penonton berteriak “ I would!!! I would!!! I would!!!!! “ Saya melirik dia. Dia tertawa terbahak-bahak dan menyenggol lengan saya, menyenggol dan menyenggol. “ I would!! Say it!!! “ teriaknya. “ say it!! Say it!!” penonton berteriak serempak.
Lautan manusia ingin saya ubah menjadi lautan air mata, jika saya bisa. Lautan air mata kebahagiaan, dan rasa yang tidak dapat saya definisikan. Saya kembali disenggol olehnya, lalu dia mengangkat bahunya. Saya menciumnya. “yes, I would,” bisik saya. Suara sorakan bergemuruh, tanda ikut bahagia. Saya dan dia dilempar-lempar keatas, Bjork kembali menyanyi seperti kesetanan. This is high, dear. The highest high, you take me to this high. Terima kasih sayang.
Penonton, ingin sekali saya bercerita, andai dia tahu baru saja sehari sebelumnya saya bertekad bahwa saya tidak akan pernah menikahi lelaki seperti dia.
Saya terkadang geli sendiri ketika dalam perjalanan pulang, memiliki satu pemikiran tentang sesuatu, apapun itu, yang membuat saya berpikir, Kenapa saya bisa berpikir seperti itu ya? Heheheh. Kemudian saya menjadi semakin penasaran ketika saya, bersama seorang teman saya melakukan beberapa perbincangan kecil tentang hal-hal yang sebenarnya adalah hal yg sederhana namun dapat menimbulkan kerut di dahi atau timbulnya lesung di pipi karena tersenyum dengan berbagai analisis-analisis, alasan-alasan, dan komentar-komentar kecil yang dikemukakan dan diperdengarkan. Saya mulai melihat teman saya dan berpikir dalam hati:
Mereka memang tidak terlihat seperti manusia tipikal. Atau mereka terlihat seperti manusia tipikal yang menyukai hal-hal yang tidak tipikal. Menyukai segala sesuatu yang tidak disukai oleh sebagian orang, namun tetap memaklumi sesuatu yang normal. Mereka kerapkali tenggelam dalam dunianya sendiri, namun mereka tahu, sadar, bahwa mereka juga tidak sendirian. People see them as a person who probably, one of a kind, eccentric. But then I thought, aren’t we all? Secara tidak sadar. Unconscious. Unaware. You may see them as a person of great philosophical intellect or otherwise. But hey, actually maybe they’re not that smart, they just know how to look smart.
Hmm. Memang menyenangkan rasanya ketika bertemu dan berbincang dengan orang-orang seperti itu. Melihat sisi-sisi dan lapisan-lapisan dalam yang mereka buat dalam pribadi mereka namun tidak mereka perlihatkan, yang kemudian dikenal dengan “personal space”. They’re just common but innately unique. Paradox.
Mari berteman dengan orang-orang yang seperti itu.
Halah. Hahahahhaa.
Selama beberapa terakhir ini saya mencari-cari, apakah ada yang salah dengan rutinitas minggu saya, ataukah ada yang salah dengan saya. Minggu terakhir, saya mencoba untuk melakukan aktifias baru, dengan orang-orang BARU. Ternyata saya sadar, saya memang mengalami kejenuhan dengan rutinitas minggu yang sepertinya biasanya. Namun, faktor-faktor yang membuat saya jenuh adalah mungkin cara saya menghabiskannya. Dengan bagaimana, melakukan apa. Bukan dengan siapa, karena dibalik kejenuhan itu, sebenarnya saya selalu mencintai rutinitas minggu saya.
Maka saya mencari cara agar rutinitas ini menjadi lebih baik.
Orang-orang datang dan pergi untuk mengisi minggu saya agar minggu ini selalu terasa menyenangkan. Yang membuat saya tetap mencintai rutinitas ini adalah, diantara orang-orang baru, aktifitas baru, apapun yang baru, ada seseorang yang tetap tinggal dan menemani saya dalam rutinitas minggu ini. The meeting new friends, the new mind-numbing commutes, the eating new, the new little office chit-chats, the wishing to be some new place else, the new thinking, the new talking, and the socializing, they could be new.