Ingatan ini lantas tersendat. Saya lupa kapan nenek saya meninggalkan dunia ini. Pikiran ini akhirnya membawa saya pada kenangan atas kakak saya yang menikah. Nenek saya, meninggal tepat sehari setelah kakak saya menikah.
Sejenak saya nyalakan lampu putih. Temaram yang menguning lantas sirna. Kamar kakek tampak baik-baik saja, tidak ada yang berantakan atau berubah. Sisi kewanitaannya masih ada. Tissue yang tersedia, selimut yang terlipat rapi. Yang hilang hanyalah kursi dengan roda, dan besi-besi penyangga tubuh yang biasanya digunakkan nenek. Rumah tetap apik. Anak cucu tidak mungkin membiarkan kakek merawat dirinya seorang diri.
Lampu dimatikan, kamar kembali ditutup rapat. Duduk di sofa, kemudian saya menangis. Rindu ini datang juga. Koin-koin yang ditumpuk secara bersusun, yang biasa diperuntukkan untuk para pengamen sudah tidak ada. Cheese cake yang selalu nenek tagih setiap ulang tahun ini saya bawa, namun memang hanya kakek saya yang akan memakannya.
Satu jiwa pergi. Membuat benda-benda yang biasa disentuhnya mulai kehilangan nyawanya.
Kakek tidak ada. Mungkin pergi jalan-jalan. Seakan dia memberi saya ruang untuk melepas rindu pada wanita yang selalu bilang pada dirinya sendiri, “Nenekmuu....jenius!”
