Sunday, December 25, 2011

Sun, and The Idea of The Moon.




perkenalkan, saya adalah seorang pemburu.

hari itu saya menyiapkan tombak dan kail, mencoba peruntungan saya dalam berburu ide. saya berdoa semoga tangkapannya banyak, dan berhasil diolah menjadi santapan yang lezat dan menyehatkan.

berangkat dini hari, walaupun harus mengantri. kamu tahu, dini hari adalah waktu yang pas untuk berburu ide? mereka, para pemburu ide, walaupun terpisah, namun jiwanya berkumpul, beramai-ramai memancing tanpa pandang bulu, dengan alat apapun. ada yang membawa pedang, senapan, jaring, pistol, hingga sekedar jampi-jampi doa.

di tengah kerumunan jiwa para pemburu ide, terlihat sebuah cahaya. saya pergi ke arahnya. silau. pada ujung cahaya tersebut, saya bertemu dengan Haruki Murakami yang sedang bercerita tentang dunia paralelnya, 1Q84. wah. saya sepertinya tiba di ladang ide yang subur, yaitu referensi. saya tengok kanan-kiri, belum ada siapa-siapa. saya merasa menang, karena referensi yang langka dapat mendatangkan ide yang semi-original. bukankah referensi adalah sumber inspirasi? dan inspirasi tersebut akan bertelur, lalu pecahlah ide.

kembali ke Haruki Murakami. dia muntah. dari muntahan tersebut keluarlah sebuah cerita 1Q84 nya. sebuah dunia dimana bulan terlihat bukan hanya satu, tapi dua. lalu The Little People. Tengo. Aomame. Fuku-Eri. Air Chrysalis. saya siapkan tombak saya, dan saya tusuk bulan tersebut. yes dapat! now i've got the idea of a moon. dari cerita tentang bulan, lantas saya pulang, dan akhirnya dari penangkapan tersebut keluarlah ide lain, tentang matahari. begitulah proses lahirnya.

saya menulis tentang matahari. tulisan tersebut dibuat begitu cepat dan singkat. lalu saya membacanya sekali lagi. bagus sekali. ini dia inspirasi yang telah lahir dari referensi. lalu saya perlihatkan kepada seseorang.
eh dia senyum, bilang tulisan saya lucu. berikut percakapannya:

A: lucu tulisannya
D: hihi
A: kamu kenapa tiba-tiba tulis tentang matahari
D: pas baca murakami ada cerita tentang dunia yang punya dua bulan, aku jadi kepikiran matahari
A: jadi kamu nulis matahari gara-gara murakami?
D: iya
A: .....
D: kenapa?
A: gimana caranya bisa nulis matahari tanpa baca murakami?


lalu saya terdiam.

lalu muncul pertanyaan ini: bagaimana caranya menjadi pemburu ide, yang memunculkan inspirasi yang sangat baik tanpa harus selalu melihat referensi?

sial. saya dibodohi oleh diri sendiri. saya buang tombak dan kail, mencoba untuk tidak berburu lagi, dan menganggap bahwa inspirasi bukanlah suatu hasil dari pancingan, melainkan sesuatu yang seharusnya datang begitu saja, menggelinding dari percakapan sehari-hari, dari pemandangan di depan mata, tersedia tanpa paksaan. mengalir pasti walau perlahan.

****

pic taken from here

Monday, December 5, 2011

Picture Window

"You know what hope is? Hope is a bastard, hope is a liar, a cheat and a tease."
- Nick Hornby on Picture Window (A song made by Ben Folds, Lonely Avenue Album 2010)

Detik ini hujan, lalu saya memutar Picture Window.

Lonely Avenue adalah album kolaborasi antara Ben Folds (sang pembuat musik sekaligus penyanyi), dimana Nick Hornby berperan sebagai pembuat liriknya. Album ini menjadi salah satu album favorit saya di tahun 2010. Ide Lonely Avenue diperoleh ketika terjadi percakapan diantara dua orang sahabat pada suatu malam, di tahun 2009. Setelah percakapan malam itu, Hornby mulai sering mengirimkan email berisikan lirik, yang kemudian diteruskan menjadi lagu-lagu yang indah oleh Folds. Perpaduan antara kekuatan masing-masing dari kemampuan mereka menghasilkan lagu-lagu yang menyentil, dari segi musik maupun lirik, dan dengan mudahnya masuk ke dalam telinga, mengendap di benak.

Ada segelintir orang yang mendengarkan lagu hanya sebatas suka dan tidak suka, namun saya juga yakin ada banyak orang, yang sering mengalami hal yang sama seperti saya: terlalu larut dalam sebuah lagu, hingga bisa merasakan bahagia, atau sebaliknya, sedih hanya dengan mendengarkan lagu-lagu tertentu. Mereka yang dikategorikan sebagai music-geek, bahkan mengakui bahwa kepribadian dan pemikiran-pemikiran sehari-hari mereka dipengaruhi oleh lirik dan musik yang biasa mereka konsumsi sehari-hari. Dari merenung setelah bekerja akibat mendengarkan lagu-lagu The Script di perjalanan. Mendadak menangis, akibat mood yang tidak baik, plus stimulasi dari lagu-lagu melankolis dari Bon Iver. Macet yang menjadi tidak membosankan, karena mendengarkan lagu-lagu riang dari Cyndi Seui. Atau jogging yang menjadi tidak melelahkan karena dilakukan sambil mendengarkan lagu-lagu penyemangat dengan beat yang pas.




Beberapa orang lantas menjadi sangat sentimentil dengan lagu. Bahkan alur emosi tersebut bisa dipermainkan dengan perpindahan lagu yang pas dari sebuah mixtape. Sebuah film bisa dikatakan berhasil jika dibumbui scoring yang pas. Sebuah pesta semakin meriah ketika lagu yang diputar atau dimainkan adalah "lagu kebangsaan" sebagian besar orang. Bahkan momen-momen tidak terlupakan ketika sangat larut (cenderung bahagia sendiri) ketika menyaksikan konser musisi favorit secara live.


Detik yang berbeda, namun masih hujan juga.

Sebelumnya, saya mendengarkan Jensen Sportag, "Jareaux" dan tercekat akibat penggalan liriknya: your memory is a monster; you forget - it doesn't. It keeps things for you, or hides things from you. Kali ini saya mendengarkan "678" yang dibuat oleh Eds (A Mixtape inspired by the movie "Melancholia"). Mendengarkan kompilasi ini dengan setting hujan mengantarkan saya pada pertanyaan "Seberapa jauh pengaruh musik dalam kehidupan kita?" Dan pertanyaan tersebut tampaknya memang tidak dapat dijawab oleh sebagian orang dengan sekedar,

"Jauh banget, bisa sangat terpengaruh."

Tanpa perlu penjelasan panjang lebar, mereka hanya bisa berharap orang lain mengerti, bahwa hanya dengan mendengarkan sebuah lagu, dengan lirik tertentu, mereka dapat menjadi sangat tersentuh, dan begitu sentimentil, sebegitu sentimentilnya hingga untuk menjelaskannya tidak perlu dengan kata-kata, namun dengan rasa.


******

Picture by: Jay Lichtman (Melancholy Window)