Saturday, July 18, 2009

Polyamory

He poured a coffee in a cup. Smile, few words and less expressions. He was typing, She was reading. Tidak pernah terbesit dalam benak mereka untuk bertukar kata, bertukar pikiran. Namun pada hari itu mata mereka saling memandang, menyiratkan sebuah makna: kita harus berbicara. She doesn’t know him, he doesn’t know her. But deep inside, they want to know each other. Wanita itu berdiri. Sebuah skinny headband ia ikat, tiba-tiba ia berdiri, membusungkan dada, seakan ia ingin memamerkan pakaian kebesarannya: floral shirt. I am the product of flower generation, come and love me. Seketika pria itu berkesimpulan: we do have something in common my dear, so u are such a polyamorous person, I knew it. Mungkin kamu adalah salah seorang dari mereka yang tumbuh dalam satu era yang mengusung satu konsep kehidupan: free loving. Polyamory. Pria itu berpikir: Murahan. Tapi dia begitu menarik. saya tetap suka. Sementara si wanita yakin: saya pintar, tidak peduli saya murahan. Look at yourself, dude. Kamu pasti menyukai saya.
Dunia boleh menyangkal, tetapi diam-diam ia mengakui, ia sudah cukup tua untuk mengerti bahwa manusia sudah muak untuk menyangkal, mereka lebih menyukai hidup dengan kebebasan. Maka…..wanita itu berdiri, menghampiri pria asing itu, lalu ketika wanita itu hendak mengucapkan kata, sang pria mengatupkan mulut sang wanita, membungkamnya, memeluknya dan membisikkan sebuah kalimat: “I’m addicted to you, stranger….”
Sometimes, polyamorous people think that addiction is better than love.

Friday, July 10, 2009

Insanely say : Yes, I would!!!!!!

Saya memegang tangannya,tidak menyangka: Bjork dear, Bjork. Dia akan menyanyi di hadapan saya, kamu, dia, dan dia, dan dia, dan semua orang pendukungnya di Indonesia. Lupakan semua bentuk substansi, ini akan menjadi malam yang membuat kita berteriak, dan larut dalam lautan ketidakwajaran euforia. Ia menggenggam saya lebih erat, seakan dia memendam kebahagiaan yang melebihi kesenangan yang saya dapatkan. I know, dear, this is a very great idea.

And there she is. Singing, moaning, beautifully in a different way. Bahu saya diremas ketika terdengar nada-nada itu. Kami berpandangan, “ And I’ll go through all this before you wake me up,..” Ia menyanyi seperti bidadari dari wonderland. Hyperballad, Bjork, promotor, terima kasih, untuk telah ada.

Hyperballad selesai, dia tidak berhenti menyanyi. Tapi…tiba-tiba nadanya tampak asing. Saya lantas tidak menjadi terasing, karena semuanya memang terdiam, sama seperti saya. Menebak-nebak lagu apa yang dia nyanyikan dalam bentuk acapella. Dan ,mendengarlah saya. mengertilah saya.

“Diiiiilllaaaaaa…..would yooouuuuu marrrrryyy meeeeeeeee………”

Is she calling my name? Yes.

Is she ask me to marry her? Rrr……NO.

Surprisingly, My boyfriend does, through her. He’s smiling.

Wajah saya seketika panas. Jantung saya berdetak hebat. Semua penonton berteriak “ I would!!! I would!!! I would!!!!! “ Saya melirik dia. Dia tertawa terbahak-bahak dan menyenggol lengan saya, menyenggol dan menyenggol. “ I would!! Say it!!! “ teriaknya. “ say it!! Say it!!” penonton berteriak serempak.

Lautan manusia ingin saya ubah menjadi lautan air mata, jika saya bisa. Lautan air mata kebahagiaan, dan rasa yang tidak dapat saya definisikan. Saya kembali disenggol olehnya, lalu dia mengangkat bahunya. Saya menciumnya. “yes, I would,” bisik saya. Suara sorakan bergemuruh, tanda ikut bahagia. Saya dan dia dilempar-lempar keatas, Bjork kembali menyanyi seperti kesetanan. This is high, dear. The highest high, you take me to this high. Terima kasih sayang.

Penonton, ingin sekali saya bercerita, andai dia tahu baru saja sehari sebelumnya saya bertekad bahwa saya tidak akan pernah menikahi lelaki seperti dia.