He poured a coffee in a cup. Smile, few words and less expressions. He was typing, She was reading. Tidak pernah terbesit dalam benak mereka untuk bertukar kata, bertukar pikiran. Namun pada hari itu mata mereka saling memandang, menyiratkan sebuah makna: kita harus berbicara. She doesn’t know him, he doesn’t know her. But deep inside, they want to know each other. Wanita itu berdiri. Sebuah skinny headband ia ikat, tiba-tiba ia berdiri, membusungkan dada, seakan ia ingin memamerkan pakaian kebesarannya: floral shirt. I am the product of flower generation, come and love me. Seketika pria itu berkesimpulan: we do have something in common my dear, so u are such a polyamorous person, I knew it. Mungkin kamu adalah salah seorang dari mereka yang tumbuh dalam satu era yang mengusung satu konsep kehidupan: free loving. Polyamory. Pria itu berpikir: Murahan. Tapi dia begitu menarik. saya tetap suka. Sementara si wanita yakin: saya pintar, tidak peduli saya murahan. Look at yourself, dude. Kamu pasti menyukai saya.
Dunia boleh menyangkal, tetapi diam-diam ia mengakui, ia sudah cukup tua untuk mengerti bahwa manusia sudah muak untuk menyangkal, mereka lebih menyukai hidup dengan kebebasan. Maka…..wanita itu berdiri, menghampiri pria asing itu, lalu ketika wanita itu hendak mengucapkan kata, sang pria mengatupkan mulut sang wanita, membungkamnya, memeluknya dan membisikkan sebuah kalimat: “I’m addicted to you, stranger….”
Sometimes, polyamorous people think that addiction is better than love.
1 comment:
nice lady she is.
sweet boy he is.
such a wonderful world.
Post a Comment