Wednesday, February 3, 2010

curhat sebuah pena

Terima kasih sudah menjadikan saya sebuah pena yang siap menggambar secarik kertas kehidupan. Bergerilya dan berseluncur menorehkan tinta memang mengasyikkan, tapi terkadang saya tidak tahu bagaimana caranya untuk menghapus kesalahan-kesalahan yang seringkali saya buat. Hati saya terkadang sesak, ketika melihat tinta-tinta yang saya ciptakan mengembara entah kemana, berlari dari lintasan yang telah diciptakan oleh Dia. Sudah menjadi rahasia yang tidak lagi lagi menjadi rahasia, bahwa tangan halus itu hanya sesekali mendatangi saya. Sisanya kasar dan berjiwa eksperimental, tanpa perhitungan, pundak saya terbebani oleh akarnya yang menjalar liar, menancap di ujung tombak pena, meniup dan mengisi ulang tinta-tinta kebenaran dengan tinta yang entah terbuat dari apa. Tubuh saya berisi tinta oplosan. Kertas itu menjadi terkontaminasi, namun penuh warna. Terkadang menjadi indah, terkadang merusak sesuatu yang sudah seharusnya seperti itu adanya. Hati saya makin berdegup kencang, sudah cukup. Tintanya. Jangan tiup lagi. Nanti luber. Berantakan. Kertas kehidupan ini dikhawatirkan makin hancur hingga siap diremas dan dibuang ke tong sampah.

Tetapi.
Terima kasih kepada Dia yang telah menjadikan saya sebuah pena yang tidak sempurna. Memberikan saya kesempatan kedua berupa kertas kehidupan lainnya yang dapat saya beri warna. Suatu hari, akan saya usap air mata kekecewaan yang bercampur dengan kebahagiaan yang tidak kasat mata menetes di pipinya yang tidak berwujud: bahwa pena ini berantakan, namun sudah dewasa.

terinspirasi dari quote Mother Theresa:
"I am a little pencil in the hand of a writing God who is sending a love letter to the world. "

For you, God.

No comments: